Aturan di Kafe Jamban

Aturan makan dan minum di Kafe Jamban

Cafe Jamban yang menuai kontroversi di media sosial ternyata bukan tempat nongkrong biasa. Selain ada kampanye soal jamban, ternyata ada "standart operasional (SOP)" bagi yang ingin nongkrong di sana.

Pertama kali yang harus diperhatikan yaitu jam buka cafe ini yang dibuka per sesi dan biasanya hanya satu sesi perhari antara jam 18.30 WIB sampai 19.30 WIB. Maka pengunjung harus reservasi ke nomor pemiliknya yaitu Dr. dr. Budi Laksono (52) di nomor 081228017060 atau yang tertera di spanduk atas nama Kardi, 081225905091.

Setelah reservasi, maka datanglah sesuai waktu yang disepakati. Sesampainya di kafe yang berada di Jalan Untung Suropati nomor 445 itu, maka tangan pengunjung akan disemprot dengan air campuran alkohol agar higienis sebelum masuk. Pengunjung akan menemui delapan tempat duduk yang terbuat dari jamban duduk dan mengelilingi meja berupa kotak kayu. Namun siapa sangka kursi unik tersebut ternyata cukup nyaman untuk diduduki dengan sandaran busa.

Kafe yang berdiri sejak dua bulan lalu itu bertujuan untuk kampanye pentingnya jamban, oleh sebab itu akan ada sesi persentasi dari Budi dengan diawali perkenalan. Usai perkenalan Budi akan menjelaskan kondisi sanitasi di Indonesia termasuk usahanya bersama relawan untuk pengadaan jamban di berbagai daerah. "Saya akan persentasi soal visi misi dan peranan mereka yang datang itu apa," terangnya saat ditemui Kamis (30/6) sore.

Sembari mendengarkan penjelasan Budi dan saling berinteraksi, pengunjung akan disuguhkan makanan kecil di meja kayu tersebut. Namun ketika sesi persentasi usai, maka Budi akan menyingkirkan makanan kecil dan membuka meja dari kotak kayu. Ternyata di dalam kotak kayu itulah dua jamban jongkok berwarna merah muda dibuat menjadi tempat menyajikan makanan dan minuman.

"Ini sebenarnya atraksinya. Biasanya kalau makanan ya bakso, mengambang, minumannya koktail buah, sehat," terangnya.

Budi menjelaskan, tempat makanan berbentuk jamban itu sudah steril dan memang mudah dibersihkan karena terbuat dari keramik. Bentuk jambannya pun ternyata memiliki nilai edukasi karena merupakan jamban amfibi buatan Budi. "Jadi ini jamban amfibi, kalau tempatnya kering minim air maka bisa dimiringkan dan langsung ke lubang," terangnya.

Uniknya, Budi menyiapkan kantong muntah bagi pengunjung yang tidak kuat melihat makanan di jamban. Tapi dari sekitar 200 tamu yang sudah datang, ternyata tidak ada yang menggunakan. "Ini ada kantong dan toilet jaga-jaga kalau ada yang muntah. Ternyata tidak pernah dipakai. Paling mentok memalingkan muka," ujar Budi.

Setelah "atraksi" dilalui, maka Budi berharap pengunjung menyadari peran masing-masing untuk kampanye jamban, misalnya memberikan sosialisasi di daerah masing-masing atau menjadi relawan. Lalu berapa biayanya? "Sebenarnya gratis, tapi kita ada kotak donasi. Paling satu sesi itu terkumpul Rp 50 ribu, tidak masalah," tandas Budi. "Dengan adanya kita makan di sini, maka melihat pentingnya jamban. Tidak perlu jijik," imbuhnya.

Diketahui, kafe milik Budi tersebut menjadi viral di media sosial, ada yang berkomentar positif dan ada yang negatif sampai menghujat. Kebanyakan merasa jijik dengan jamban tersebut, meski sebenarnya di luar negeri sudah banyak kafe yang memakai ide unik tersebut.
.
Sumber : News.detik

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Aturan di Kafe Jamban"

Posting Komentar

MENGERIKANNYA DAMPAK pemanasan global